Halo guys! Kali ini idea journalnya adalah menjelaskan hasil riset yang telah gue lakukan dari kampanye stop bullying ini. Nah, dalam melakukan riset, ada sedikit perubahan, nih dari target audiens kampanye gue. Karena target audiens gue adalah anak sekolah dari SD sampai SMA, mungkin agak susah di reach karena cakupannya terlalu luas. Akhirnya, gue mengikuti saran dari Mbak Patres untuk mempersempit target audiens gue, yaitu anak SMA/sederajat aja.
Gue melakukan 2 jenis riset. Yang pertama riset audiens lewat survey online yang gue sebar, dan riset literature yang gue lakukan pada rabu minggu lalu (4 Maret 2020). Sebetulnya gue masih meraba-raba sih apa kesimpulan dari hasil riset yang gue lakukan. Cuma gue akan mencobanya.
Dari hasil survey yang telah diisi 16 orang pelajar SMA/sederajat (emang masih sedikit sih hehehe), gue menuliskan beberapa kesimpulan diantaranya,
1. Secara kualitatif, sebagian besar responden sudah cukup mengerti tentang apa itu tindakan bullying dan apa dampaknya (termasuk dampak pada kesehatan mental). Gue cukup senang sih kalau anak-anak SMA ini udah pada melek sama yang namanya bullying. Ya, walau belum semuanya. But it's okay! Seiring mereka dewasa, mereka akan tahu banyak mengenai perundungan.
2. Secara kuantitatif, ternyata sebagian besar (75%) responden pernah mengalami bullying.
3. Jenis bullying yang sering mereka dapat adalah fisik (56,3%) baik verbal mau pun non verbal, disusul bullying secara relasioanl seperti dijauhi dan diabaikan (31,3%), dan di tempat ketiga adalah bullying karena status social (25%). Sebagian besar responden menerima bullying dalam jangka waktu yang cukup Panjang (lebih dari 3 bulan) dengan frekuensi yang cukup sering (beberapa kali dalam seminggu).
4. Kejadian bullying yang responden terima sebagian besar terjadi di sekolah dengan pelakunya adalah teman satu kelas/satu sekolah sendiri (68,8%).
5. Sebagian besar dampak yang dirasakan responden akibat bullying adalah tidak percaya diri (62,5%) dan timbulnya rasa minder (50%).
6. Namun demikian, sebagian kecil responden pernah melakukan tindakan bullying juga (37,5%) dengan alasan beragam. Kebanyakan karena sebagai pelampiasan. Dampaknya, mereka sulit menjalin hubungan dengan orang lain. Namun demikian, sebetulnya para pelaku bullying tersebut ingin meminta maaf pada korban bullying mereka.
7. Selain itu, ketika ditanya apakah ingin berpartisipasi dalam kampanye stop bullying, 94% responden menjawab ya. Sebagian besar responden memilih kampanye online dari pada kampanye offline (namun jumlahnya tidak jauh berbeda). Seluruh responden juga setuju jika memang diperlukan kampanye stop bullying di lingkungan sekolah.
Pada riset literatur, ditemukan bahwa sebagian besar pelajar pernah terkena bullying dengan jenis bullying paling besar adalah secara verbal. Bullying dapat menyebabkan depresi pada korbannya. Literatur lain mengatakan bahwa para pelaku bullying memiliki self esteem yang rendah. individu dengan self esteem rendah lebih mudah mengekspresikan kemarahannya secara terbuka sehingga akan mempertahankan evaluasi negatif dirinya (Brownie dalam Baron & Byrne, 2012). Semakin tinggi self-esteem seseorang, semakin rentan seseorang menjadi pelaku bullying (Srisayekti dkk, 2015).
Riset literatur diambil dari Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat (BKM Journal of Community Medicine and Public Health) Universitas Gadjah Mada dengan judul "Bullying verbal menyebabkan depresi pada remaja SMA di Kota Yogyakarta" dan Naskah Publikasi Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan judul, "Perilaku Bullying pada Remaja Ditinjau dari Self-Esteem dan Jenis Kelamin".
Dari riset-riset tersebut, dapat disiimpulkan bahwa kasus bullying paling sering dialami oleh sebagian besar pelajar dan terjadi di sekolah. Kasus bullying paling banyak terjadi adalah secara verbal, dengan bentuk fisik sebagai objek bullying yang paling sering disasar.
Komentar
Posting Komentar