Bagi gue, kesehatan mental adalah satu isu yang belum optimal di Indonesia sampai saat ini. Walau demikian, gue bersyukur kalau kesadaran kesehatan mental semakin meningkat di Indonesia lewat berbagai upaya dari pemerintah dan masyarakat sendiri. Seperti kampanye, edukasi, optimalisasi penangan penyakit psikis di puskesmas dan rumah sakit, serta berbagai upaya lainnya. Sampai saat ini, isu kesehatan mental menjadi tren yang masih sangat relevan untuk terus digalakan di Indonesia.
Sebelum lebih lanjut, gue mau ingetin kalian sama kasus yang baru-baru ini terjadi, di mana seorang siswi SMP bunuh diri dengan cara melompat dari lantai 4 gedung sekolahnya. Banyak media memberitakan kalau ia memiliki masalah keluarga dan bahkan dibully. Menurut gue, guru BK sekolah tersebut gagal untuk melakukan perannya dalam membimbing dan mengetahui keadaan mental muridnya. Patut dicurigai mengapa siswi tersebut tidak konseling pada guru BK sekolahnya?
Kalau masalah kesehatan mental ini dikaitkan dengan pengalaman hidup, gue akan menarik momen-momen saat gue sekolah mengenai guru BK. Kenapa guru BK? Karena menurut gue, adanya guru BK itu untuk mewadahi pelajar terkait masalah-masalah yang dihadapi lewat bimbingan dan konseling. Hal ini dapat memengaruhi kesehatan mental para pelajar. Instrumen kebijakan pemerintah sudah oke banget soal adanya guru BK sebagai tempat bimbingan dan konseling bagi para pelajar. Hal ini, menurut gue, seharusnya bisa mewadahi pelajar untuk menjaga kesehatan mental mereka. Namun demikian, implementasi pengadaan guru BK dirasa kurang sejalan dengan peran utama yang seharusnya.
Banyak kejadian ditemukan, bahwa guru BK yang seharusnya menjadi wadah bimbingan dan konseling, justru hanya berperan sebagai guru yang mengurusi SNMPTN sehingga perannya baru sangat terasa saat kelas 12 saja (bahkan untuk sebagian murid mungkin tidak). Atau yang lebih agak nyeleneh, guru BK acap kali berperan layaknya kesiswaan yang mengatur kedisiplinan para pelajar. Realitas ini menghasilkan citra menyeramkan bagi guru BK, ditambah dengan tindakan represif (sanksi atau hukuman) yang tidak jarang dilakukan oleh oknum guru BK ketika mendisiplinkan muridnya.
Pada akhirnya, para pelajar menjadi takut ketika harus berurusan dengan guru BK. Bahkan sekedar masuk ke ruang BK saja menjadi kepanikan tersendiri bagi sebagian pelajar. Belum lagi ketika guru BK menjalankan fungsi konseling. Bukannya membimbing, tak jarang guru BK cenderung judgemental dan menyalahkan murid.
Dari pemaparan tersebut, gue melihat bahwa guru BK justru kehilangan fungsi utamanya. Mungkin fungsi untuk membantu sekolah dalam SNMPTN dan fungsi mendisiplinkan memang sudah menjadi scope of work dari seorang guru BK. Namun, seharusnya guru BK bisa lebih menampakkan peran konselingnya, bukan sekedar bimbingan. Mengapa hal ini menjadi penting? Agar pelajar lebih terbuka mengenai apa yang sedang mereka alami di sekolah sehingga guru BK menjadi lebih tahu data secara real bagaimana kondisi kesehatan mental pelajar. Karena gangguan mental pada remaja sekolah menjadi hal yang tidak bisa dibilang aman.
Untuk mendukung argumen ini, gue membuat survey kecil-kecilan di Instagram mengenai pengalaman orang-orang dengan guru BK. Hasilnya:
1. Hampir 100% sekolah responden memiliki guru BK
2. Ketika ditanya fungsi guru BK, kebanyakan menjawab untuk urusan PTN dan kedisiplinan saja
3. Hampir setengah dari responden tidak pernah curhat atau inisiatif konseling dengan guru BK
3. Ketika ditanya apakah hasil curhatnya memuaskan, rata-rata tidak puas dengan berbagai alasan seperti tidak bisa menjaga privasi muridnya, judgemental, dan lain sebagainya.
1. Hampir 100% sekolah responden memiliki guru BK
2. Ketika ditanya fungsi guru BK, kebanyakan menjawab untuk urusan PTN dan kedisiplinan saja
3. Hampir setengah dari responden tidak pernah curhat atau inisiatif konseling dengan guru BK
3. Ketika ditanya apakah hasil curhatnya memuaskan, rata-rata tidak puas dengan berbagai alasan seperti tidak bisa menjaga privasi muridnya, judgemental, dan lain sebagainya.
Lalu, apa yang sebenarnya harus dilakukan? Selain perubahan karakter dari guru BK agar menjadi lebih baik dan dipercayai, perlu adanya kampanye mengenai kesehatan mental dan konsultasi dengan guru BK. Selain meningkatkan kesadaran kesehatan mental, hal ini dilakukan untuk mengubah citra guru BK di kalangan pelajar agar kepercayaan murid kepada guru BK kembali naik. Gue berpikir kalau kampanye ini bisa dilakukan di sekolah-sekolah dengan metode pemasangan poster atau spanduk, dan word of mouth dari semua guru dalam berbagai kesempatan,
Seperti di dalam kelas atau saat pidato upacara. Pastinya dibutuhkan sinergi antara dinas pendidikan, dan para stakeholder di sekolah untuk benar-benar menjalankan program ini. Seperti mendukung kampanye ini dengan memberi diklat pada guru BK mengenai konseling. Pada akhirnya, hal ini dilakukan sebagai Salah satu upaya untuk menjaga kesehatan mental para pelajar.
Seperti di dalam kelas atau saat pidato upacara. Pastinya dibutuhkan sinergi antara dinas pendidikan, dan para stakeholder di sekolah untuk benar-benar menjalankan program ini. Seperti mendukung kampanye ini dengan memberi diklat pada guru BK mengenai konseling. Pada akhirnya, hal ini dilakukan sebagai Salah satu upaya untuk menjaga kesehatan mental para pelajar.
Komentar
Posting Komentar